FISIP UNWIRA KUPANG GELAR KULIAH UMUM
Oleh : PiusApenobe
Jumad
(30/04), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - Universitas Katolik Widya
Mandira Kupang, gelar kuliah umum, dengan pembicara wakil pemred Kompas – Bapak
Trias Kuncahwono, di aula Fisip Unwira Kupang.
Sekitar
empat ratus mahasiswa dari tiga jurusan, beberapa dosen, hadir pula Rektor
Unwira – Bapak Pater Dr. Yulis Yasinyo, SVD. Perkuliahan baru dimulai sekitar
pukul 10:00 WIT.
Sesuai
tema, “filosofi pengelolaan Surat Kabar”, Trias awalnya sangat berterimakasih
pada seluruh warga masyarakat NTT, karena begitu banyak masyarakat telah
menerima dengan baik, kehadiran kompas. Menjelang ulang tahun kompas ke 45 – 8
juni yang akan datang, kompas sedang mencari karyawan tambahan, sekitar dua
belas orang. Namun untuk menjadi wartawan kompas itu tidak mudah, karena harus
benar-benar mendalami filosofinya kompas, yakni “humanisme transendental”,
tambahnya. Trias mengawali dengan sejarah kompas. Kompas yang diberi nama oleh
mantan Presiden Soekarno, yang berarti menuju arah. Bagaimana mengemas
informasi, menyuarakan bagi yang tidak bisa bersuara. Sehingga kompas selalu menginformasikan,
segala yang berkaitan dengan manusia, tegasnya.
Hal
serupa disampaikan oleh Manager SDM-Kompas, Mas Didit. Didit mengatakan, kompas
adalah institusi yang dapat memberikan pencerahan yang harmonis. Dan juga hal-hal
yang membuat kompas dapat bertahan sampai sekarang, adalah : Kepedulian, dimana
adanya perfomance karya, yang dilakukan enam bulan sekali. Punya intensitas, yang
berawal dari kejujuran. Kompoten atau profesional, tidak membedakan jabatan,
misalnya uang makan Rp.17 500/orang (mulai dari pemred sampai ofice boy). Kerja
sama, dimana adanya kerja sama yang baik antara semua, baik karyawan sampai
pemred. Dan yang terpenting adalah pelayanan yang memuaskan bagi konsumen,
tambahnya. Didit menambahkan, mengenai syarat-syarat menjadi wartawan kompas. Diantaranya
pengetahuan, perilaku-yang merupakan syarat yang paling utama, dan
skill/ketrampilan-mulai dari penguasaan bahasa,komputer, dan internet.tambahnya.
Dari
penjelasan baik Trias maupun Didit, muncul pertanyaan dari beberapa mahasiswa. Kebanyakan
menanyakan menganai perbedaan kompas dengan surat kabar lain, dan juga bukti nyata kompas
menyuarakan bagi yang tidak bisa bersuara. Trias mengatakan bahwa, sudah
terlalu banyak Koran yang jatuh pailit, karena tidak menghargai etensitas waktu
dengan baik. Kemudian hal yang membedakan kompas dengan surat kabar lain adalah, kompas tidak
memberitan hal – hal yang bersifat sebentar, tetapi lebih pada tingkat
pencerahan bagi yang membecanya. Tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar