AKTIVIS DAN PARA PEMBANGKANG
Oleh Pius Apenobe
Perputaran
catur politik dunia, mengguncang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Masifnya perang urat syaraf yang mengglobal, menjadi tantangan terbesar
negara-negara dunia ketiga dalam sikon yang serba ketinggalan. Marak terjadi perpeloncoan
para politisi dunia demi kepentingan roh kekeuasaan. Hal ini akan menimbulkan banyak
pertanyaan “kemanakah arah negara-negara berkembang harus berjalan?”.
Sebuah
tanya dalam sIstem yang sedang diselimuti oleh sIstem kapitalis barat yang kini
membalut tubuh Indonesia akan terus berlanjut apabila rakyat masih punya ketergantungan
pengetahuan dan teknologi kepada negara-negara barat, yang sebenarnya merupakan
ancaman terbesar menuju kesejahteraan sosial masyarakat. Persaingan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang melatarbelakangi perebutan kekuasaan, melalui system balas budi
para pemimpin negara, menjadikan Indonesia terusmelaju menjadi Negara sasaran empuk
bagi negara-negara industri yang menganut system kapitalisme.
Cara
berpikir dan bertindak manusia saat ini, tentu berbeda dengan cara berikirindividu
manusia sejak zaman teologis, yang masih sangat kental dengan paham animisme.
Kehidupan masyarakat yang saat itu sangat terikat dengan system feodalisme yang
dampaknya sampai harus berpindah-pindah mencari secuil makanan demi
kelangsungan hidupnya, ternyata masih terbawa hingga saat ini. Dari zaman feodal,
kolonial, kemerdekaan sampai saat ini, kehidupan masyarakat Indonesia masih terhimpit
dan terbelenggu tembok pemisah antara kaya dengan miskin dalam regulasi politik
busuk para penguasa. Kemelaratan yang merupakan ketidakadilan social masyarakat
akhirnya melahirkan perlawanan terhadap system yang dibangun pemerintah saat ini
yakni neo-liberalisme. Perlawanan mahasiswa dalam tugasnya sebagai actor of canges melawan gangster of imperialism sejak tahun 66,
menuai banyak tanya antara benar dan salah dikalangan masyarakat sosial. Rakyat
bingung memilih antara aktivis mahasiswa dengan ideology sosialis demokratis dan
pemerintah dengan neo-liberalismenya. Namun perjuangan aktivis mahasiswa kini bertolak
dari tersentralnya system neo-liberalisme pemerintah yang selalu menghambah pada
modal asing yang gagal menegakan moral bangsa yang demokratis, berdaulat social
dan mandiri secara ekonomi menuai banyak kemajuan. Melalui strategi taktik perjuangan
mahasiswa ini, rakyat diberi pendidikan politik dengan baik.
Perjuangan
aktivis mahasiswa juga menuai banyak tanya dalam masyarakat yang masih sangat
minim pengetahuan tentang program perjuangan menuju keadilan sosial. Dengan keadaan
masyarakat sosial yang lebih melihat dari sudut moral pada berbagai taktik perjuangan,
sebenarnya sangat cocok dan sesuai apabila dijelaskan. Kian banyak politisi
yang secara langsung menentang perjuangan aktivis mahasiswa dengan mengatakan “demonstrasi
itu tidak bermoral, sedangkan yang bermoral adalah mahasiswa yang tunduk pada keputusan
pemerintah dan harus kuliah agar cepat dapat kerja”. Sebagian masyarakat menilai
bahwa politisi yang rajin ketempat ibadah adalah politisi yang bermoral. Akan
tetapi hal ini perlu dianalisa lebih dalam.
Kira
– kira rakyat lebih senang pada politisi yang rajin beribadah tetapi busuknya perilaku
dibalik itu serta minimnya pengetahuan/perjuangan perlawanan terhadap system
kapitalisme ataukah rakyat lebih memilih pada ideology para aktivis yang inginkan
keadilan social pada masyarakat??. Masyarkat harus punya pemahaman tentang buruknya
system kapitalisme yang mengakibatnya hancurnya perekonomian bangsa ini.
Salam penulis Pius Apenobe
-> Mahasiswa jurusan ilmu komunikasi FISIP UNWIRA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar